Suami Tak Beri Nafkah Batin dalam Waktu Tertentu Istri Bisa Gugat Cerai

22 Desember 2022 14:00

GenPI.co Jabar - Suami wajib memberikan nafkah batin pada istri. Al-Quran telah menjelaskan mengenai hal tersebut.

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS At-Thalaq: 7).

Pemenuhan nafkah lahir dan batik tersebut menjadi hak istri. Karena itu, istri boleh menuntut cerai bila tak sabar dengan sang suami yang tidak lagi memberi nafkah.

BACA JUGA:  Dedi Mulyadi Ungkap Rasa Galaunya Setelah Digugat Cerai Lewat Lagu

Imam As-Syafi’i menjelaskan mengenai kewajiban suami terhadap istri tersebut.

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : لَمَّا دَلَّ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ عَلَى أَنَّ حَقَّ الْمَرْأَةِ عَلَى الزَّوْجِ أَنْ يَعُولَهَا احْتَمَلَ أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ أَنْ يَسْتَمْتِعَ بِهَا وَيَمْنَعَهَا حَقَّهَا وَلَا يُخَلِّيَهَا تَتَزَوَّجُ مَنْ يُغْنِيهَا وَأَنْ تُخَيَّرَ بَيْنَ مُقَامِهَا مَعَهُ وَفِرَاقِهِ

Artinya: “Imam As-Syafi’i berkata: “Baik Al-Qur'an maupun As-Sunah telah menjelaskan bahwa kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi menolak memberikan haknya, dan tidak meninggalkannya agar bisa diambil oleh orang yang mampu memenuhi kebutuhannya. Jika demikian (tidak memenuhi hak istri), maka isteri boleh memilih antara tetap bersama atau pisah dengannya.” (As-Syafi’i, Al-Umm, juz VII, halaman 121).

BACA JUGA:  Pasutri Baru Menikah di Kota Tasikmalaya Dapat Dokumen Kependudukan Cuma-Cuma

Lantas berapa lama batasan yang diperbolehkan suami tidak memberikan nafkah ke istri.

Imam Ibnu Hazm menyebut, suami wajib memberikan nafkah batin kepada istrinya sekurang-kurangnya satu kali satu bulan. Penjelasan Imam Ibnu Hazm itu berpegangan pada surat berikut.

فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

BACA JUGA:  Rekomendasi Kamera Nikon untuk Acara Pernikahan

Artinya: “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS Al-Baqarah: 222).

Perempuan atau istri punya siklus haid sebulan sekali. Ibnu Hazm memahami arti makna menggauli istri sebagai perintah yang menunjukkan kewajiban.

Pun demikian, ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa ayat di atas terkait dengan perintah yang menunjukkan hukum mubah. Mengingat kaidah yang berbunyi: “Perintah sesudah larangan menunjukkan hukum mubah”.

Sementara itu, Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa batasan suami memberikan nafkah selama 4 bulan.

Pendapat Imam As-Syafi'i tersebut mengacu pada ketetapan yang dibuat Amirul Mukminin Umar bin Khattab.

Ketika itu, banyak laki-laki yang nerangkat perang meninggalkan istri. Umar berdiskusi dengan Hafshah, dan memutuskan bahwa prajurit yang bertugas selama 4 bulan kemudian memberikan nafkah kepada istrinya, atau menceraikannya.

كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى أُمَرَاءِ الْأَجْنَادِ فِي رِجَالٍ غَابُوا عَنْ نِسَائِهِمْ يَأْمُرُهُمْ أَنْ يَأْخُذُوهُمْ بِأَنْ يُنْفِقُوا أَوْ يُطَلِّقُوا ، فَإِنْ طَلَّقُوا بَعَثُوا بِنَفَقَةِ مَا حَبَسُوا. وَهَذَا يُشْبِهُ مَا وَصَفْتُ

Artinya: “Umar bin Khaththab ra pernah menulis surat kepada para panglima perang mengenai para suami yang jauh istrinya. Dalam surat tersebut beliau menginstruksikan kepada mereka agar mengultimatum para suami dengan dua opsi; antara memberikan nafkah kepada para istri atau menceraikannya. Kemudian apabila para suami itu memilih menceraikan para istri, mereka harus mengirimkan nafkah yang belum mereka berikan selama meninggalkannya. Hal ini mirip dengan apa yang telah saya (Imam As-Syafi’i) kemukakan”. (As-Syafi’i, Al-Umm, juz VII, halaman 121).

Namun, di Indonesia ada sendiri mengenai ta’liq talak yang dibaca oleh mempelai pria. Aturan tersebut ada di dalam buku bikah.

“Apabila saya: ... (2) Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya ... dan karena perbuatan tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut, kemudian isteri saya membayar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, jatuhlah talak saya satu kepadanya.”

Sesuai dengan shighat ta’liq talak tersebut, Indonesia memberikan batas waktu maksimal kepada suami untuk memberikan nafkah 3 bulan.

Pun demikian, bukan serta-merta otomatis langsung jatuh cerai. Semua tetap dikembalikan kepada istri. Apabila istri masih rela, status pernikahan tetap berjalan seperti biasanya.

Akan tetapi bila tidak rela, diperbolehkan untuk mengajukan gugat cerai di pengadilan. (NU Online)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JABAR