Pakar Unpad Beri Pandangan Menarik Soal Citayam Fashion Week

27 Juli 2022 22:00

GenPI.co Jabar - Dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) yang juga penggiat industri kreatif Dwi Prunomo menyampaikan pendapatnya soal Citayam Fashion Week.

Menurut dia, banyaknya pesohor yang mengajak kolaborasi untuk Citayam Fashion Week sah dilakukan agar fenomena tersebut bisa memiliki nilai lebih.

Namun, dia mengingatkan kolaborasi tersebut jangan hanya sekadar untuk mencari keuntungan belaka.

BACA JUGA:  Pendaftaran Citayam Fashion Week Batal, Baim Wong Ngeles Begini

“Mumpung momentum banyak kemudian uangnya bisa diambil, harusnya tidak begitu. Kolaborasi harusnya tetap menjadi kreativitas itu berkelanjutan, bukan sekadar profitnya,” kata Dwi, dikutip dari laman Unpad, Rabu (27/7).

Dia menambahkan, era digital seperti sekarang ini harus bisa memanfaatkan momentum supaya kreativitas tidak lenyap begitu saja.

BACA JUGA:  Kriss Hatta ke Citayam Fashion Week untuk Bagi-bagi Uang

Maka dari itu, kolaborasi perlu dilakukan agar keberlangsungan fenomena ini bisa tetap terjadi.

Dengan segala sumber daya yang dimiliki, maka Citayam Fashion Week bisa dijadikan momentum untuk menjadi sebuah inovasi disruptif.

BACA JUGA:  Lucu Banget! Roy Citayam Mabuk Ketika Bertemu Ayu Ting Ting

Inovasi disruptif tersebut mampu menghadirkan kebaruan yang mampu memberi solusi terhadap kondisi yang ada.

“Harusnya ketika sudah viral, Citayam Fashion Week bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu hal kebermanfaatan dalam jangka waktu yang panjang,” terangnya.

Kendati demikian, Dwi mengatakan, kolaborasi tetap perlu dikemukakan secara gamblang untuk menghindarkan salah persepsi oleh publik.

“Siapa tahu asumsi saya, dia (pesohor) punya model bisnis bagus dan memiliki niat membuat subkultur tersebut menjadi berlanjut yang kemudian bisa dibagi secara berkeadilan,” kata Dwi yang juga Ketua Penataan dan Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Bandung tersebut.

Di era digital, ada pergeseran pengembangan model bisnis. Dari semula berorientasi ke profit, kini mulai berorientasi ke tujuan.

Pengembangan model bisnis saat ini harus dipikirkan bagaimana kelanjutannya, bukan semata hanya mencari keuntungan.

“Sekarang harus punya purpose, bagaimana kreativitas ini bisa meledak dulu baru kemudian dipikirkan model bisnisnya. Karena goals sesungguhnya adalah keberlanjutan,” kata Dwi.

Dwi pun mengkritisi cara pandang masyarakat yang buru-buru menilai negatif fenomena Citayam Fashion Week.

Penilaian terhadap fenomena subkultur tersebut seharusnya melalui analisis dan cara berpikir yang runut.

“Boleh kita menyimpulkan kalau itu tidak baik, serakah, atau negatif. Akan tetapi untuk menuju simpulan itu harus punya cara berpikir yang runut, sehingga bisa merumuskan sesuatu yang kontekstual. Kadang kita melakukan pemikiran judgemental,” paparnya.

Deputi Pengembangan Bisnis Kawasan Sains dan Teknologi Padjadjaran tersebut memaparkan, analisis suatu fenomena sebaiknya menggunakan model enam topi berpikir (six thinking hats) karya psikolog Edward de Bono.

Melalui model tersebut, suatu fenomena diuraikan secara sistematis, sehingga diperoleh pemikiran atau simpulan yang komprehensif.

Model kerangka berpikir ini banyak diaplikasikan oleh perusahaan rintisan (startup) untuk mendapatkan momentum kreativitas dan inovasi.

Model berpikir tersebut terbagi ke dalam enam warna topi.

Topi putih bermakna data dan fakta, warna kuning bermakna optimisme, hijau bermakna kemungkinan dan kreativitas, biru bermakna perencanaan, merah bermakna amarah, dan hitam bermakna masalah.

Berkaca pada fenomena Citayam Fashion Week, Dwi mengungkapkan bahwa cara pikir masyarakat saat ini cenderung menggunakan topi hitam atau masalah, sedangkan ada lima warna lain yang juga perlu digunakan untuk melakukan analisis.

“Kadang-kadang orang tidak maju karena hanya melihat topi hitam, padahal ada banyak topi yang menjelaskan kenapa kita harus maju,” pungkasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ferdyan Adhy Nugraha

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JABAR