Kisah Inspiratif, Lulusan IPB ini Menjadi Doktor Tanpa Biaya di Usia Muda

15 Agustus 2022 19:00

GenPI.co Jabar - Sebuah rekor mengagumkan berhasil dicetak oleh lulusan IPB University, Nitya Dae Santi yang memiliki gelar doktor atau Dr di usia 25 tahun.

Mendapat gelar Dr di usia yang terbilang muda tidak pernah terbayangkan oleh Nitya sewaktu masih kecil.

Apalagi orang tuanya hanya guru SD dan buruh pabrik yang penghasilannya tidak seberapa.

BACA JUGA:  Lulusan IPB yang Jadi Tokoh, Salah Satunya Presiden RI

“Sewaktu kecil saya ingin menjadi guru, namun setelah mendapat gelar doktor saya bercita-cita menjadi guru besar,” ujarnya dikutip dari laman resmi IPB, Senin (15/8).

Kecerdasan anak kedua dari dua bersaudara ini memang sudah terlihat sejak masih sangat kecil.

BACA JUGA:  Indekos Murah di Dekat Kampus IPB Terbaru

Perempuan kelahiran Karang Anyar, 17 Februari 1997 ini masuk SD saat usianya masih lima tahun.

Maka dari itu, Nitya lulus SDN Jetis 2 Sambirejo, Sragen pada saat usianya masih 11 tahun.

BACA JUGA:  Bangga! Mahasiswa Baru IPB Pecahkan Rekor Dunia 3D Formasi

Memasuki SMP, dia kemudian mengambil kelas akselerasi dan haya butuh waktu dua untuk lulus.

Kecemerlangan dia berlanjut tatkala lulus dari SMPN 1 Sragen dengan masuk SMA Negeri 2 Sragen dan lulus pada saat usianya masih 16 tahun.

Pendidikan Nitya berlanjut dengan mengambil S1 Manajemen Hutan IPB dan lulus pada saat usianya 20 tahun.

Lalu, dia berkesempatan untuk mengambil S2 Pengelolaan Hutan IPB dan S2 di Tropical International Forestry di University of Gottingen, Jerman.

Lulus S2 di usia 23 tahun membuatnya semakin bersemangat untuk mencari ilmu hingga akhirnya Nitya menyelesaikan S3 Ilmu Pengelolaan Hutan IPB.

Selain lulus saat usianya masih cukup muda, semua biaya pendidikannya dari S1 hingga S3 didapat dari beasiswa.

Beberapa beasiswa pun berhasil didapatkan seperti misalnya Tanoto Foundation, juga berkesempatan keliling Eropa dengan dibiayai beasiswa Erasmus KeyAction 107, dan Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Anak kedua dari Pasangan Purwoto dan Sri Yanti ini memang begitu peduli terhadap pendidikan.

Kakak laki-laki satu-satunya, Ananta Ade Kurniawan juga berhasil menamatkan kuliahnya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Meski begitu, perjuangannya meraih gelar doktor bukanlah hal yang mudah.

“Gak nyangka bisa sampai di tahap ini. Ternyata seberat dan semelelahkan ini aku bisa survive,” ungkapnya.

Menjalani penelitian di S3 yang sangat banyak membuat Nitya sempat merasa kelelahan secara mental maupun fisik.

Bahkan, dia tidak memiliki waktu tidur yang tak ideal serta memanfaatkan hari liburnya untuk mengerjakan disertasi.

“Itu sangat melelahkan buat saya. Pernah hampir menyerah karena kondisinya seberat itu. Tapi pada akhirnya survive juga,” ucap perempuan yang hobi masak dan main game ini.

Usaha dan kerja kerasnya selama ini akhirnya terbayarkan pada sidang tertutup Selasa, 7 Juni 2022 dan sidang terbuka pada 28 Juni 2022.

Nitya mengajukan disertasi berjudul "Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Keparahan Kebakaran dan Regenerasi Vegetasi menggunakan Analisis Multi WaktuLangsungg”.

Pada disertasi tersebut, dia dinilai menemukan metode yang andal untuk mendeteksi kerusakan dan pertumbuhan vegetasi akibat kebakaran.

Nitya akhirnya diganjar gelar Doktor dan dijadwalkan wisuda secara formal oleh IPB University pada Rabu, 10 Agustus 2022.

Keberhasilannya selama masa studinya tidak lepas dari bimbingan tiga profesor yang ahli dalam bidang sensing, GIS, serta kebakaran hutan.

Ketika profesor tersebut yakni Prof I Nengah Surati Jaya, Prof Muhamad Buce Saleh, dan Prof Lailan Syaufina.

Mengerjakan disertasi tersebut membuatnya kerap kali menjadi pembicara dalam bidang deteksi perubahan tutupan lahan di lokasi terbakar menggunakan remote sensing.

Dia juga sangat aktif menjadi peneliti di FORCI (Center for Forestry Organizational Capacity and Institutional Studies) dan pernah bekerja sebagai tenaga ahli di Badan Informasi Geospasial (BIG)

Kemudian dia juga menjadi tenaga ahli di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait kegiatan pembuatan peta kebakaran hutan, manual pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta peningkatan cadangan karbon untuk kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FoLU) Indonesia 2030.

Semua hal tersebut, lanjut dia, merupakan bentuk pengabdiannya sebagai seorang mahasiswa untuk membantu pemerintah dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan.

Dia berharap, apa yang ditelitinya bisa menciptakan sebuah metode mudah, murah dan cepat pada saat mendeteksi sebuah area yang terbakar.

Selain itu, keparahan kebakaran dan perubahan yang terjadi pasca kebakaran bisa diketahui dengan lebih cepat.

Riset pada delapan jurnal ilmiah dan seminar bertaraf internasional pun sudah dia publikasikan.

Beberapa kesempatan menempatkan Nitya sebagai pembicara diantaranya di The 6th International Symposium on LAPAN-IPB Satellite 2019 dan The 7th International Symposium on Strategies for Sustainability in Food Production, Agriculture, and the Environment 2021.

Sementara karya ilmiah yang dipublikasikannya antara lain dalam Journal of Tropical Forest Management, Journal Telecommunication, Computing, Electronics and Control yang sejak 2019 rutin dipublikasikan.

Dia juga membuat sebuah karya ilmiah pada 2022 ini dengan mengetengahkan studi kasus kebakaran hutan di Sumatera Selatan yang tengah direview dalam Int Journal of Wildland Fire.

Langkah dan apa yang diperbuatnya saat ini diharapkan bisa membantu dan membawa perubahan bagi Indonesia dan lingkungan hidup.

“Semoga ilmu yang kita dapat dari kampus dapat digunakan sebijak mungkin untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” pungkasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ferdyan Adhy Nugraha

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JABAR