GenPI.co Jabar - Mahasiswa ITB dan UI yang tergabung dalam Tim Upside Down berhasil membuat produk perawatan dan kesehatan kulit yang diberi nama Luminous.
Karya Celine Caroline (Sains dan Teknologi Farmasi ITB 2020), Naqisya Arifani (Matematika ITB 2020), dan Jessica Safira (dari UI) berhasil meraih juara 2 dalam ajang Paragon Hackathon 2022.
Celine mengungkapkan, produk ini merupakan respons dari tren 10 step skincare yang saat ini sedang disukai wanita Indonesia.
Meski bisa digunakan oleh semua kalangan, Celine menyatakan, produk ini ditargetkan untuk pelajar perempuan, mahasiswa, dan pekerja.
“Perawatan kulit merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk para wanita dari umur remaja sampai dewasa. Namun, dengan padatnya aktivitas dan juga waktu yang terbatas, banyak wanita merasa tidak sempat untuk menggunakan skincare secara rutin," kata Celine, dikutip dari laman resmi ITB, Sabtu (3/9).
"Selain itu, banyak juga wanita Indonesia yang merasa kesulitan dalam memilih skincare yang tepat, bahkan banyak juga yang mengalami ketidakcocokan pada skincare yang telah digunakan sehingga dapat merusak kulit wajah,” tambahnya.
Dia menjelaskan, Luminous merupakan 4 in beauty device yang bisa mengeluarkan empat jenis skincare secara bertahap.
Empat jenis skincare yang bisa dikeluarkan oleh alat tersebut terdiri dari toner, essence, serum, dan moisturizer.
Namun, Celine mengatakan, sebelum menggunakan alat ini, maka pengguna dianjurkan mendeteksi kondisi kulit melalui AI yang ada di aplikasi Lumonius.
“Hasil dari analisis tipe dan kondisi kulit ini akan membantu pengguna mendapatkan rekomendasi skincare yang sesuai dengan profil wajahnya. Skincare yang digunakan dapat dipastikan kecocokan dan kompatibilitasnya, serta pengguna juga dapat melihat progress hasil penggunaan skincare yang digunakan pada fitur Skin Diary,” jelasnya.
Bagi ketiganya, mengikuti ajang hackthon merupakan yang pertama kali.
Bahkan, H-1 Tim Upside Down baru mendaftarkan diri pada H-1 sebelum pendaftaran ditutup.
Meski persiapan yang dimiliki sangat minim, Tim Upside Down mampu memaksimalkannya dengan langsung menggodok ide dan riset mengenai masalah yang bakal diangkat.
Hanya dalam kurun waktu 32 jam saja, mereka akhirnya sukses membuat sebuah aplikasi menggunakan JavaScript.
“Berkompetisi, apapun jenis lombanya, akan menambah pengalaman sekaligus bisa mencicipi learning by doing. Akan ada banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang didapat. Untuk hasilnya adalah bonus, yang utama kita sudah semaksimal mungkin untuk mengerjakan lombanya," katanya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News