Menikahi Kerabat Dekat Menurut Imam Al-Ghazali

06 November 2022 12:00

GenPI.co Jabar - Imam Al-Ghazali memberikan pandangan tentang adab menikahi kerabat dekat. Anjuran tersebut tertuang dalam kitab karangannya Ihya' Ulumuddin.

Menurut Imam Al-Ghazali, seorang laki-laki hendaknya tidak menikahi perempuan yang masih kerabat dekatnya, karena akan memnimalisir syahwat.

Hal itu didasari dari hadist Nabi Muhammad SAW:

لا تنكحوا القرابة القريبة فإن الولد يخلق ضاويا

BACA JUGA:  Pemda Karawang Menggelar Sidang Isbat Nikah yang Diikuti Ratusan Pasangan

Artinya, "Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan tercipta (terlahir) dalam kondisi lemah (kurus kerempeng).”

Lemahnya anak hasil dari pernikahan pasangan kerabat dekat karena syahwat biologis yang tidak kuat.

BACA JUGA:  Sophia Latjuba Pernah Dijanjikan akan Dinikahi, Sama Siapa?

Imam Al-Ghazali menyampaikan, syahwat biologis hanya akan bangkit sebab kuatnya pengaruh indera penglihatan dan penyentuhan, yang itu bisa didapatkan dari hal baru dan asing. (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma'rifah], juz II halaman 41).

Anjuran tidak menikahi kerabat dekat dari Imam Al-Ghazali sesuai dengan pendapat Imam As-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Al-Khatib as-Syirbini:

أَنَّ الشَّافِعِيَّ نَصَّ عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ لَا يُزَوِّجَ مِنْ عَشِيرَتِهِ

BACA JUGA:  Baru Menikah, Suami Cathrine Wilson Punya Utang Ratusan Juta

Artinya, “Sungguh Imam As-Syafi'i menyatakan secara terang-terangan bahwa bagi calon suami disunahkan tidak menikahi kerabat(dekat)nya."

Al-Bujairami memiliki pandangan yang berbeda. Dia lebih memberikan hukum ketidakbolehan (dalam taraf hukum makruh) menikahi kerabat dekat.

Karena itu, menikahi kerabat dekat umumnya anak yang terlahir akan bodoh atau bernalar rendah. (Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairimi 'ala Syarhi Minhaj, [Beirut, Matba'ah Al-Halabi], juz III, halaman 323).

Anjuran tersebut tidak dapat disanggah dengan pernikahan Nabi Muhammad SAW dan sepupunya Zainab binti Jahsy yang merupakan anak saudara saudara ayahnya, Umaimah binti Abdul Muthalib.

Pernikahan tersebut justru menjelaskan mengenai kebolehan batas menikahi seorang perempuan.

Hal sama juga terjadi saat Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah yang merupakan saudara jauh. [Beirut, Dar Kutub Ilmiyah: 1415 H], juz IV, halaman 208).

Syaid Bakri Syatha menjelaskan mengenai yang dimaksud dengan kerabat dekat, yakni wanita masih dalam derajat atau urutan pertama jalur paman atau bibi dari ayah atau ibu.

قوله: (من هي في أول درجات العمومة والخؤولة) أي كبنت العم وبنت الخال وبنت العمة وبنت الخالة

Artinya, "Perkataan penulis kitab Fathul Mu'in: 'Saudara dekat adalah wanita yang masih dalam derajat pertama jalur paman dan bibi dari ayah dan ibu), yakni semisal anak perempuan paman dari jalur ayah, anak perempuan paman dari jalur ibu, anak perempuan bibi dari jalur ayah, dan anak permpuan bibi dari jalur ibu.”

Dijelaskan pula, saudara perempuan yang tidak dimaksudkan dalam urutan pertama, misalkan, cucu perempuan paman atau bibi dari jalur ayah, dan cucu perempuan paman atau bibi dari jalur ibu. Wallahu a'lam. (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha, I'anatut Thalibin, [Bairut, Dar-Fikr: 1418 H], jus 3 halaman 313). (NU Online

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JABAR